Widget sang pemimpi: 2012

Minggu, 16 Desember 2012

kelompok sosial dalam sosiologi



Kelompok sosial

A.    Pengertian

                Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Disamping itu terdapat beberapa definisi dari para ahli mengenai kelompok sosial.

1.Menurut Sorjono Soekanto
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan yang hidup bersama karena adanya hubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi.


2.Menurut Hendro Puspito
Kelompok sosial adalah suatu kumpulan nyata, teratur dan tetap dari individu-individu yang melaksanakan peran-perannya secara berkaitan guna mencapai tujuan bersama.



3.Menurut Paul B. Horton & Chaster L. Hunt
Kelompok sosial adalah suatu kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling berinteraksi.

4. Menurut Josep S Roucek dan Roland S Warren                                                                                      kelompok sosial adalah suatu kelompok yang meliputi   dua atau lebih manusia, yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan


B.    Proses terbentuknya kelompok sosial
Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri manusia yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam membentuk kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan dan pengaruh psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu:
1.  Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya
2.   Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya

1. Faktor-faktor Pendorong Timbulnya Kelompok Sosial


a. Dorongan untuk mempertahankan hidup
b. Dorongan untuk meneruskan keturunan
c. Dorongan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja



2. Dasar Pembentukan Kelompok Sosial
a. Kesatuan Genealogis atau Faktor Keturunan
b. Kesatuan Religius
c. Kesatuan Teritorial (Community)
d. Kesatuan Kepentingan (Asosiasi)


C.   Syarat& Ciri Kelompok Sosial

1. Robert K Merton
                -         Memiliki pola interaksi
-         Pihak yang berinteraksi mendefinisikan dirinya sbg anggota kelompok
-         Pihak yg berinteraksi didefinisikan oleh orang lain sbg anggota kelompok.
2. Soerjono Soekanto
-         Adanya kesadaran sebagai bagian drai kelompok yang bersangkutan
-         Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yg lain.
-         Ada suatu factor pengikat yg dimiliki anggota-anggota kelompok, sehingga hubungan diantara mereka bertambah erat
-         Memiliki struktur, kaidah, dan pola perilakuyg sama
-         Bersistem dan berproses

-         Suatu kel sosial cenderung  tidak bersifat statis, tetapi slalu berkembang mengalami perubahan-perubahn baik dalam aktifitas maupun bentuknya


D.   Tipe-tipe kelompok sosial

a. Klasifikasi Durkheim
-   Kelompok dengan solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap
-   Kelompok dengan solidaritas organic merupakan bentuk solidaritas yang telah mengenal pembagian kerja. Bersifat mengikat, sehingga unsur-unsur dalam masyarakat tsb saling bergantung
b. Klasifikasi Ferdinand Tonnies
-   Gemeinschaft ( informal, mekanik, primer)
-   Gesselschaft (formal/ yang punya kepentingan tertentu, organic, sekunder)
c. Klasifikasi Charles A Hooley& Ells W Farris
-   Kelompok primer yang ditandai dengan pergaulan dan kerjasama tatap muka yg intim
-   Dalam masyarakat juga terdapat kelompok sekunder yg formal, tidak pribadi, dan berciri kelembagaan
Contoh : Koperasi & parpol
d. Klasifikasi W G Sumner
-   In group (kelompok dalam)
-   Out group (kelompok luar)
e. Klasifikasi Soerjono Soekanto
-   Berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota
-   Berdasarkan pada kepentingan dan wilayah
-   Berdasarkan derajat organisasi
-   Berdasarkan kesadarn terhadap jenis yg sama
-   Berdasarkan hubungan sosial dan tujuan ( kelompok primer&sekunder)
Dalam konteks Indonesia, kelompok primer dan sekunder tercermin dalam paguyuban dan patembayan.
Paguyuban è  Bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya memilki hub batin yang kuat, bersifat alamiah, dan kekal.
Ciri-cirinya : Intim, yaitu hub menyeluruh yang mesra.
Privat, yaitu hub yang bersifat pribadi/khusus.
Ekslusif, yaitu hub tsb hanya untuk kelompoknya sendiri.
Paguyuban dibedakan atas 3 tipe :
-         Karena ikatan darah/keturunan
-         Karena tempat tinggal
-         Karena jiwa dan pikiran


Patembayan è  Bentuk kehidupan bersama dimana antar anggotanya terdapat ikatan lahir yang bersifat pokok dalam jangka waktu yang relative pendek.



E.    Macam-macam kelompok sosial

1.    Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a.    Berdasarkan besar kecilnya anggota kelompok
Menurut George Simmel, besar kecilnya jumlah anggota kelompok akan memengaruhi kelompok dan pola interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Dalam penelitiannya, Simmel memulai dari satu orang sebagai perhatian hubungan sosial yang dinamakan monad. Kemudian monad dikembangkan menjadi dua orang atau diad, dan tiga orang atau triad, dan kelompok-kelompok kecil lainnya. Hasilnya semakin banyak jumlah anggota kelompoknya, pola interaksinya juga berbeda.
b.    Berdasarkan derajat interaksi dalam kelompok
Derajat interaksi ini juga dapat dilihat pada beberapa kelompok sosial yang berbeda. Kelompok sosial seperti keluarga, rukun tetangga, masyarakat desa, akan mempunyai kelompok yang anggotanya saling mengenal dengan baik (face-to-face groupings). Hal ini berbeda dengan kelompok sosial seperti masyarakat kota, perusahaan, atau negara, di mana anggota-anggotanya tidak mempunyai hubungan erat.
c.     Berdasarkan kepentingan dan wilayah
Sebuah masyarakat setempat (community) merupakan suatu kelompok sosial atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Sedangkan asosiasi (association) adalah sebuah kelompok sosial yang dibentuk untuk memenuhi kepentingan tertentu.
d.    Berdasarkan kelangsungan kepentingan
Adanya kepentingan bersama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya sebuah kelompok sosial. Suatu kerumunan misalnya, merupakan kelompok yang keberadaannya hanya sebentar karena kepentingannya juga tidak berlangsung lama. Namun, sebuah asosiasi mempunyai kepentingan yang tetap.
e.    Berdasarkan derajat organisasi
Kelompok sosial terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang terorganisasi dengan rapi seperti negara, TNI, perusahaan dan sebagainya. Namun, ada kelompok sosial yang hampir tidak terorganisasi dengan baik, seperti kerumunan.

Secara umum tipe-tipe kelompok sosial adalah sebagai berikut.
1.     Kategori statistik, yaitu pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang sama, misalnya kelompok umur.
2.     Kategori sosial, yaitu kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang dimiliki bersama, misalnya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia).
3.     Kelompok sosial, misalnya keluarga batih (nuclear family)
4.     Kelompok tidak teratur, yaitu perkumpulan orang-orang di suatu tempat pada waktu yang sama karena adanya pusat perhatian yang sama. Misalnya, orang yang sedang menonton sepak bola.
5.     Organisasi Formal, yaitu kelompok yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan terlebih dahulu, misalnya perusahaan.
2.    Kelompok Sosial dipandang dari Sudut Individu
Pada masyarakat yang kompleks, biasanya setiap manusia tidak hanya mempunyai satu kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya. Namun, ia juga menjadi anggota beberapa kelompok sosial sekaligus. Terbentuknya kelompok-kelompok sosial ini biasanya didasari oleh kekerabatan, usia, jenis kelamin, pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masing-masing kelompok sosial tersebut akan memberikan kedudukan dan prestise tertentu. Namun yang perlu digarisbawahi adalah sifat keanggotaan suatu kelompok tidak selalu bersifat sukarela, tapi ada juga yang sifatnya paksaan. Misalnya, selain sebagai anggota kelompok di tempatnya bekerja, Pak Tomo juga anggota masyarakat, anggota perkumpulan bulu tangkis, anggota Ikatan Advokat Indonesia, anggota keluarga, anggota Paguyuban masyarakat Jawa dan sebagainya.
3.    In-Group dan Out-Group
Sebagai seorang individu, kita sering merasa bahwa aku termasuk dalam bagian kelompok keluargaku, margaku, profesiku, rasku, almamaterku, dan negaraku. Semua kelompok tersebut berakhiran dengan kepunyaan “ku”. Itulah yang dinamakan kelompok sendiri (In group) karena aku termasuk di dalamnya. Banyak kelompok lain dimana aku tidak termasuk keluarga, ras, suku bangsa, pekerjaan, agama dan kelompok bermain. Semua itu merupakan kelompok luar (out group) karena aku berada di luarnya.
In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama. Pada masyarakat primitif yang masih terbelakang kehidupannya biasanya akan mendasarkan diri pada keluarga yang akan menentukan kelompok sendiri dan kelompok luar seseorang. Jika ada dua orang yang saling tidak kenal berjumpa maka hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari hubungan antara keduanya. Jika mereka dapat menemukan adanya hubungan keluarga maka keduanya pun akan bersahabat karena keduanya merupakan anggota dari kelompok yang sama. Namun, jika mereka tidak dapat menemukan adanya kesamaan hubungan antaa keluarga maka mereka adalah musuh sehingga merekapun bereaksi.
Pada masyarakat modern, setiap orang mempunyai banyak kelompok sehingga mungkin saja saling tumpang tindih dengan kelompok luarnya. Siswa lama selalu memperlakukan siswa baru sebagai kelompok luar, tetapi ketika berada di dalam gedung olahraga mereka pun bersatu untuk mendukung tim sekolah kesayangannya.
4.    Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Menurut Charles Horton Cooley, kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama yang erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tadi adalah adanya peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompok juga. Oleh karena itu hubungan sosial di dalam kelompok primer berisfat informal (tidak resmi), akrab, personal, dan total yang mencakup berbagai aspek pengalaman hidup seseorang.
Di dalam kelompok primer, seperti: keluarga, klan, atau sejumlah sahabat, hubungan sosial cenderung bersifat santai. Para anggota kelompok saling tertarik satu sama lainnya sebagai suatu pribadi. Mereka menyatakan harapan-harapan, dan kecemasan-kecemasan, berbagi pengalaman, mempergunjingkan gosip, dan saling memenuhi kebutuhan akan keakraban sebuah persahabatan.
Di sisi lain, kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri atas banyak orang, antara dengan siapa hubungannya tida perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng. Dalam kelompok sekunder, hubungan sosial bersifat formal, impersonal dan segmental (terpisah), serta didasarkan pada manfaat (utilitarian). Seseorang tidak berhubungan dengan orang lain sebagai suatu pribadi, tetapi sebagai seseorang yang berfungsi dalam menjalankan suatu peran. Kualitas pribadi tidak begitu penting, tetapi cara kerjanya.

5.    Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)
Konsep paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft) dikemukakan olehFerdinand Tonnies. Pengertian paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan bersama, di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk paguyuban terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan sebagainya. Secara umum ciri-ciri paguyuban adalah:
1.     Intimate, yaitu hubungan yang bersifat menyeluruh dan mesra
2.     Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi
3.     Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain di luar “kita”
Di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe paguyuban berikut.
1.     Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan. Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.
2.     Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong. Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.
3.     Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama. Ikatan pada paguyuban ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.
Sebaliknya, patembayan (gesellschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu tertentu yang pendek. Patembayan bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis seperti sebuah mesin. Bentuk  gesellschaftterutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang bersifat timbal balik. Misalnya, ikatan perjanjian kerja, birokrasi dalam suatu kantor, perjanjian dagang, dan sebagainya.
Ciri-ciri hubungan paguyuban dengan patembayan dapat diketahui dari tabel berikut:
Paguyuban
Patembayan
Personal
Informal
Tradisional
Sentimental
Umum
Impersonal
Formal, kontraktul
Utilitarian
Realistis, “ketat”
Khusus


6.    Formal Group dan Informal Group
Menurut Soerjono Soekanto, formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesamanya. Kriteria rumusan organisasi formal group merupakan keberadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengoordinasikan usaha-usaha demi tercapainya tujuan berdasarkan bagian-bagian organisasi yang bersifat khusus.
Organisasi biasanya ditegakkan pada landasan mekanisme administratif. Misalnya, sekolah terdiri atas beberapa bagian, seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua murid, bagian tata usaha dan lingkungan sekitarnya. Organisasi seperti itu dinamakan birokrasi. Menurut Max Weber, organisasi yang didirikan secara birokrasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.     Tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan tugas-tugas jabatan.
2.     Posisi dalam organisasi terdiri atas hierarki struktur wewenang.
3.     Suatu sistem peraturan memengaruhi keputusan dan pelaksanaannya.
4.     Unsur staf yang merupakan pejabat, bertugas memelihara organisasi dan khususnya keteraturan organisasi.
5.     Para pejabat berharap agar hubungan atasan dengan bawahan dan pihak lain bersifat orientasi impersonal.
6.     Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.
Sedangkan pengertian informal group adalah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali. Dasar pertemuan-pertemuan tersebut adalah kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama. Misalnya klik (clique), yaitu suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering timbul dalam kelompok-kelompok besar. Klik tersebut ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan timbal balik antaranggota yang biasanya hanya “antarakita” saja.
7.    Membership Group dan Reference Group
Mengutip pendapat Robert K Merton, bahwa membership group adalah suatu kelompok sosial, di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas-batas fisik yang dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang tidak dapat ditentukan secara mutlak. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan keadaan. Situasi yang tidak tetap akan memengaruhi derajat interaksi di dalam kelompok tadi sehingga adakalanya seorang anggota tidak begitu sering berkumpul dengan kelompok tersebut walaupun secara resmi dia belum keluar dari kelompok itu.
Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dengan kata lain, seseorang yang bukan anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tadi. Misalnya, seseorang yang ingin sekali menjadi anggota TNI, tetapi gagal memenuhi persyaratan untuk memasuki lembaga pendidikan militer. Namun, ia bertingkah laku layaknya seorang perwira TNI meskipun dia bukan anggota TNI.
8.    Kelompok Okupasional dan Volunteer
Pada awalnya suatu masyarakat, menurut Soerjono Soekanto, dapat melakukan berbagai pekerjaan sekaligus. Artinya, di dalam masyarakat tersebut belum ada pembagian kerja yang jelas. Akan tetapi, sejalan dengan kemajuan peradaban manusia, sistem pembagian kerja pun berubah. Salah satu bentuknya adalah masyarakat itu sudah berkembang menjadi suatu masyarakat yang heterogen. Pada masyarakat seperti ini, sudah berkembang sistem pembagian kerja yang didasarkan pada kekhususan atau spesialisasi. Warga masyarakat akan bekerja sesuai dengan bakatnya masing-masing. Setelah kelompok kekerabatan yang semakin pudar fungsinya, muncul kelompok okupasional yang merupakan kelompok terdiri atas orang-orang yang melakukan pekerjaan sejenis. Kelompok semacam ini sangat besar peranannya di dalam mengarahkan kepribadian seseorang terutama para anggotanya.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi, hampir tidak ada masyarakat yang tertutup dari dunia luar sehingga ruang jangkauan suatu masyarakatpun semakin luas. Meluasnya ruang jangkauan ini mengakibatkan semakin heterogennya masyarakat tersebut. Akhirnya tidak semua kepentingan individual warga masyarakat dapat dipenuhi.
Akibatnya dari tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat secara keseluruhan, muncullah kelompok volunteer. Kelompok ini mencakup orang-orang yang mempunyai kepentingan sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat yang semakin luas jangkauannya tadi. Dengan demikian, kelompok volunteer dapat memenuhi kepentingan-kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara luas.
Beberapa kepentingan itu antara lain:
1.     Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan
2.     Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda
3.     Kebutuhan akan harga diri
4.     Kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri
5.     Kebutuhan akan kasih sayang


E.    Kelompok Sosial yang Tidak Teratur

1.    Kerumunan (Crowd)
Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Sedikit banyaknya jumlah kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telingan dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah orang-orangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara (temporer).
Secara garis besar Kingsley Davis membedakan bentuk kerumunan menjadi:
a.    Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial
Kerumunan ini dapat dibedakan menjadi:
1)    Khalayak penonton atau pendengar formal (formal audiences), merupakan kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan tujuan yang sama. Misalnya, menonton film, mengikuti kampanye politik dan sebagainya.
2)    Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group), yaitu kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, akan tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut.
b.    Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowd)
Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1)    Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations).  Misalnya, orang yang sedang antri tiket, orang-orang yang menunggu kereta.
2)    Kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowds), yaitu orang-orang yang bersama-sama berusaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya. Dorongan dalam diri individu-individu yang berkerumun tersebut mempunyai kecenderungan untuk mempertinggi rasa panik. Misalnya, ada kebakaran dan gempa bumi.
3)    Kerumunan penonton (spectator crowds), yaitu kerumunan yang terjadi karena ingin melihat kejadian tertentu. Misalnya, ingin melihat korban lalu lintas.
c.     Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (Lawless Crowd)
Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1)    Kerumunan yang bertindak emosional (acting mobs), yaitu kerumunan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Misalnya aksi demonstrasi dengan kekerasan.
2)    Kerumunan yang bersifat immoral (immoral crowds), yaitu kerumunan yang hampir sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya adalah bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Misalnya, orang-orang yang mabuk.
2.    Publik
Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya. Alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar, tidak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tidak ada.

perbedaan politik di masa orde baru dan reformasi




Kata pngantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat hidayah dan karunianya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas saya ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini saya buat untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah saya yaitu pengantar ilmu politik , semoga dengan makalah ini saya berharap kita bisa lebih memahami lagi perbedaan politik di masa orde baru dan masa reformasi sekarang ini, karena berhasil atau tidaknya suatu pembangunan nasional suatu negara tergantung ada atau tidaknya partisipasi politik dari rakyat dan para penerus bangsa, bertanggung jawab dalam kehidupan bernegara serta memahami mengenai sistem-sistem politik, visi misi, fungsi politik, tujuan politik, dan masyarakat politik.
Saya berharap kepada para pembaca agar bisa menyampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini, akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi saya sendiri khususnya, dan para pembaca umumnya, mohon maaf jika masih banyak kesalahan dalam penyampaian kata-kata dalam makalah ini,


                                                                                    Purwokerto, 19 desember 2012


                                                                                                      Penulis





DAFATAR ISI

JUDUL………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………
1.1  LATAR BELAKANG……………………………………………
1.2  RUMUSAN MASALAH………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….
1.1  PENGERTIAN PARTAI POLITIK……………………………..
1.2  TUJUAN PARTAI POLITIK……………………………………
1.3  PERBEDAAN PARTAI POLITIK DI MASA ORBA
DAN REFORMASI……………………………………………...
BAB III PENUTUP………………………………………………………….
1.1  KESIMPILAN……………………………………………………
1.2  SARAN
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Memasuki tahun 2013 ini berita mengenai partai baru kian ramai bermunculan bagaikan jamur di musim hujan mereka sudah mulai berlomba untuk mencari simpatisan masyarakat Indonesia , untuk mempersiapkan diri di pemilu berikitnya dan yang paling penting adalah di tahun 2014 yaitu adanya pemilihan orang nomorr satu di Indonesia yaitu pilpres 2014.
Para elit-elit politik sudah mulai berhias-hias diri, sudah mulai mensucikan diri, demi sebuah kedudukan jadi orang nomor satu di negeri ini ,
Yang jadi pertanyaan sebenarnya apa sih politik itu /? Dan apa sih tujuannya ? dan bagaimana perpolitikan di Indonesia ketika negri ini di pimpin oleh sosok soeharto di era orde baru apakah sama seperti sekarang ini semua partai bisa mencalonkan diri untuk ikut dalam pesta demokrasi negeri ini ? oleh karena itu saya akan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan di atas tadi.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Saya akan mencoba untuk membuat rumusan masalah sbb :
1.      Pengertian partai politik
2.      Tujuan partai politik
3.      Perbedaan partai politik di masa orde baru dan reformasi

BAB II
PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN PARTAI POLITIK
Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota)
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
 Pengertian partai politik adalah sekelompok orang yang punya kepentingan yang sama membentuk organisasi politik untuk memperoleh kekuasaan, Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Menurut UU No.2 Tahun 2008 tentang partai politikPartai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Secara umum Parpol adalah suatu organisasi yang disusun secara rapi dan stabil yang dibentuk oleh sekelompok orang secara sukarela dan mempunyai kesamaan kehendak, cita-cita, dan persamaan ideologi tertentu dan berusaha untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum untuk mewujudkan alternatif kebijakan atau program-program yang telah mereka susun.
Menurut para ahli partai politik adalah :
a.       Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
b.      Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
c.       Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
d.      R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.


2.      TUJUAN POLITIK
Tujuan parpol adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan /mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu.
tujuan partai politik [UU No. 2/2008]
1.      Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.      Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
3.      Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
4.      Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
5.      Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
6.      Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan
7.      Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Dengan 7 (tujuh) catatan :
1.      Tujuan Partai Politik diatas diwujudkan secara konstitusional
2.      Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
3.      Partai Politik berfungsi sebagai Sarana (1) Pendidikan Politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (2) Penciptaan Iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat, (3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur Aspirasi Politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara, (4) Partisipasi Politik warga negara Indonesia, dan (5) Rekrutmen Politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
3.      PERBEDAAN PARTAI POLITIK DI MASA ORDE BARU DAN REFORMASI
Sistem kepartaian yang terjadi masa orde baru dapat dikatakan sebagai sistem partaipolitik tripartai karena hanya terdapat tiga partai politik yang legal dan fungsional. DalamMasa Orde baru, tidak diperkenankan istilah politik oposisi. Hal ini menyebabkan ruang gerak partai politik yang tidak dominan menjadi sulit untuk mengeluarkan aspirasi. Peran PDI danPPP tidak signifikan dalam sejarah Orde baru karena kedua partai dibuat sedemikian rupasehingga kedua partai dapat didominasi oleh Soeharto sebagai eksekutif pemerintah yangmenggenggam kekuasaaan legislatif juga.. Matinya oposisi pada masa ini berdampak buruk pada citra demokrasi Orde baru. Secara nyata, kedua partai PDI dan PPP hanya berfungsisecara semu dan sebagai pelengkap arti demokrasi kala itu. Oleh karena itu, penulis dapatmenyimpulkan bahwa sistem partai politik pada masa Orde baru bukan lagi tripartaimelainkan sistem partai politik satu-setengah.
Di zaman pemerintahan Orde Baru, peran partai politik dalam kehidupan
berbangsa dicoba ditata melalui UU No. 3 Tahun 1973, partai politik yang jumlahnya
cukup banyak di tata menjadi 3 kekuatan sosial politik yang terdiri dari 2 partai politik
yaitu PPP dan PDI serta 1 Golkar. Namun penataan partai politik tersebut ternyata tidak
membuat semakin berperannya partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik
rakyat. Partai politik yang diharapkan dapat mewadahi aspirasi politik rakyat yang
terkristal menjadi kebijakan publik yang populis tidak terwujud. Hal ini terlihat dari
kebijaksanaan publik yang dihasilkan pada pemerintahan orde baru ternyata kurang
memperhatikan aspirasi politik rakyat dan cenderung merupakan sarana legitimasi
kepentingan penguasa dan kelompok tertentu. Akibatnya pembangunan nasional bukan
melakukan pemerataan dan kesejahteraan namun menimbulkan ketimpangan dan
kesenjangan sosial di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Hal ini dikarenakan peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi
politik rakyat oleh pemerintahan orde baru tidak ditempatkan sebagai kekuatan politk
bangsa tetapi hanya ditempatkan sebagai mesin politik penguasa dan assesoris
demokrasi untuk legitimasi kekuasaan semata. Akibatnya peran partai politik sebagai
wadah penyalur betul-betul terbukti nyaris bersifat mandul dan hampir-hampir tak
berfungsi.
Pada masa Orde Baru konsepnya bertolak belakang dengan BK. Ibarat rumah tangga zaman Orba adalah masa kemaruk. Apa yang bisa digadaikan; digadaikan. Kalo bisa ngutang ya ngutang. Yang penting bisa selalu makan enak dan hidup wah. Rakyat pun merasa hidup berkecukupan pada masa Orba. Beras murah, padahal sebagian adalah beras impor. Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai dsb. Semua serba tertutup dan tidak tranparan. Jika ada orang mempertanyakan, diancam tuduhan subversif. Hutan dijadikan sumber duit, dibagi menjadi kapling-kapling HPH; dibagi-bagi ke orang-orang tertentu (kroni) secara tidak transparan. Ingat fakta sejarah: Orde Baru tumbang akibat demo mahasiswa yang memprotes pemerintah Orba yang bergelimang KKN. Jangan dilupakan pula bahwa ekonomi RI ambruk parah ditandai Rupiah terjun bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi masih pada masa Orde Baru.
Partai Politik di Masa Setelah Reformasi
Tumbangnya masa Orde baru menjadi sebuah uforia partai politik. Pembentukanpartai politik yang sebelumnya dikungkung, kini terbuka lebar untuk membentuk partaipolitik. Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhanpartai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasiuntuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasisejati tanpa Partai Politik.Uforia ini ditandai dengan partisipasi 48 partai yang mengikuti Pemilu 1999, 24 partaiyang mengikuti Pemilu 2004, dan 40 partai politik yang mengikuti Pemilu 2009. Hal inimengindikasikan suburnya demokrasi yang terjadi di Indonesia, terlepas dari tercapainyafungsi partai politik tersebut. Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik,bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi PartaiPolitik.Partai politik jaman reformasi terkesan tidak memiliki ideologi yang mantap dalammenentukan jati diri dan tujuan partai politik. Ideologi bagi partai adalah suatu idealisme yangmenjadi hal signifikan bagi kegiatan dan organisasi partai. Bisa jadi karena identitas yangkurang kuat inilah, partai Indonesia secara umum masih mencari jati dirinya. Susahmembedakan partai-partai Indonesia selain dengan mengelompokkan mereka ke dalamkelompok partai agamis dan sekuler. Dari segi ini pun terkadang ada partai yang terlihat berusaha menggabungkan kedua unsur ini. Partai Amanat Nasional, misalnya, berusahamenggabungkan citra nasionalisnya dengan kedekatannya terhadap Muhammadiyah.Selain itu, ciri partai politik pada jaman sekarang adalah penumpuan citra partaipolitik pada kharisma pemimpinnya. Sebagai contoh, PDI- Perjuangan yang memfokuskankharisma Megawati Soekarnoputri dalam citra partai, Soesilo Bambang Yudhoyono yangmerepresentasi Partai Demokrat, Aburizal Bakrie dalam Partai Golkar, dan masih banyak contoh lainnya. Hal ini dapat menjadi keuntungan bagi partai politik karena kharisma yangdimiliki tokoh dapat menarik masyarakat untuk mengikutinya dan partai politiknya. Akantetapi, akan lebih baik bila partai politik lebih menitikkan pada ideologi dan misi partaisebagai citra diri partai, bukan salah satu tokohnya.Dalam pemerintahan, sistem multipartai mempengaruhi jalannya pemerintahan,terutaman dalam kestabilan politik dan pembuatan kebijakan. Dalam pemerintahan seringterjadi tarik ulur dalam penawaran kursi eksekutif dan konstelasi koalisi. Sistem multipartaiyang semacam ini akan menghambat pembentukan kebijakan yang efektif. Sebagai contoh,kasus Bank Century yang jelas terlihat adanya kesepakatan antar partai yang berdasarkankepentingan semata dan bukan bertujuan untuk menyelesaikan kasus dengan tuntas.Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi.Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandarkepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya,undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasiperwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkanPartai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya padakeberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alatartikulasi kepentingan rakyat.
Tabel Analisis Perbandingan Partai Politik di Dua Era
Faktor Pembeda Jaman Orde Baru Era Pasca ReformasiSistem Kepartaian Sistem multipartai tripartai, yaituterdapat 3 partai dalampemerintahanSistem multipartai, yaitu terdapat banyak partai oposisi Tidak mengenal oposisi Adanya oposisi keadaan politik stabil kurang stabil Dominasi Partai Politik Ada dan terjadi karena kebijakanpemerintah Soeharto dalamrangka menguasai legislatif Ada dan terjadi karenamayoritas perolehan suara,serta konstelasi koalisi partaiSistem PenyederhanaanPartaiPenyederhanaan partai melaluikebijakan penyederhanaan partaimelalui pengelompokkan partai (3Partai)Penyederhanaan partaimelalui kebijakan
electoralthresould 
 Ideologi partai politik Jelas. Terdiri dari agamis,nasionalis, dan kekaryan.Tidak jelas dan semuJalannya demokrasi Demokrasi prosedural, namunpada dasarnya tidak demokrasi(otoriter)Demokrasi berjalan, terlepasdari efektivitas demokrasi diIndonesiaIsu partai politik Adanya represi dan dominasimelalui manipulasi kebijakan,manipulasi Pemilu, legislasi yangtidak independenMasalah koalisi partai, kartelpolitik, politik dinasti ditubuh partai, plutokrasi partaiKesimpulan yang dapat diperoleh adalah peranan partai politik pada masa Orde baruadalah sebagai pelengkap dan penjaga stabilitas pemerintahan. Hal ini digunakan untuk melandasi pembangunan nasional karena pembangunan nasional akan berjalan efektif apabilastabilitas politik terjadi. Namun, stabilitas yang dicapai merupakan hasil manipulasi kebijakanyang dibuat oleh Soeharto. Sistem partai politik masa Orde baru adalah sistem tripartai yangdibentuk melalui penyederhanaan fusi partai politik sebelumnya berdasarkan persamaanideologi. Sedangkan fenomena partai politik yang terjadi pada masa pasca reformasi adalahsebuah uforia multipartai politik dimana partai politik bermunculan dan berlomba dalam pestademokrasi. Akan tetapi, hal yang perlu diperhatikan adalah efektivitas demokrasi dan perananpartai politik, bukan sistem kepartaian dan jumlah partainya.
Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor perubahan-perubahan
mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan
proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru dan melahirkan UU No. 3
Tahun 1999 tentang partai politik memungkinkan sistem multi partai kembali
bermunculan. Harapan peran partai sebagai wadah penyalur aspirasi politik akan
semakin baik, meskipun hingga saat ini belum menunjukkan kenyataan. Hal ini terlihat
dari kampanye Pemilu yang masih diwarnai banyaknya partai politik yang tidak
mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam wujud program partai yang akan
diperjuangkan. Mirip dengan fenomena lama dimana yang ada hanya janji dan slogan-slogan kepentingan politik sesaat. Meskipun rezim otoriter telah berakhir dan keran
demokrasi telah dibuka secara luas sejalan dengan bergulirnya proses reformasi, namunperkembangan demokrasi belum terarah secara baik dan aspirasi masyarakat belum terpenuhi secara maksimal. Aspirasi rakyat belum tertangkap, terartikulasi, dan
teragregasikan secara transparan dan konsisten. Distorsi atas aspirasi, kepentingan, dan
kekuasaan rakyat masih sangat terasa dalam kehidupan politik, baik distorsi yang
datangnya dari elit politik, penyelenggara negara, pemerintah, maupun kelompok-kelompok kepentingan. Di lain pihak, institusi pemerintah dan negara tidak jarang
berada pada posisi yang seolah tidak berdaya menghadapi kebebasan yang terkadang
melebihi batas kepatutan dan bahkan muncul kecenderungan yang mengarah anarchis
walaupun polanya tidak melembaga dan lebih banyak bersifat kontekstual.
Masa Reformasi adalah masa cuci piring. Pesta sudah usai. Krisis ekonomi parah sudah terjadi. Utang LN tetap harus dibayar. Budaya korupsi yang sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa Presiden SBY pemberantasan korupsi mulai kelihatan wujudnya.. Rakyat menikmati demokrasi dan kebebasan. Media masa menjadi terbuka.
Yang memimpikan kembalinya rezim totaliter mungkin hanyalah sekelompok orang yang dulu amat menikmati previlege dan romantisme kenikmatan duniawi di zaman
Orba.Sekarang kita mewarisi hutan yang sudah rusak parah; industri kayu yang sudah terbentuk dimana-mana akibat dari berbagai HPH , menjadi muara dari illegal logging.









BAB III
PENUTUP

1.1.Kesimpulan
Kekuatan politik pada masa orde baru berada ditangan penguasa, razim yang berkuasa (Soeharto) bersikras, supaya partainya (Golkar) yang menang. Kekerasan terjadi oleh aparat pemerintahan terhadap rakyat. Represi politik sebagai alat politik penguasa. serba negara dan tentara, negara memonopoli legitimasi dalam pelaksanaan pemilu. Pelanggaran pemilu dilakukan oleh birokrasi, Golkar, dan tentara. Politik kekerasan menjadi isu utama.
Kekutan politik ada di tiap-tiap partai politik, setiap partai politik berambisi supaya partainya yang memnangkan pemilu, kekerasan terjadi antara parpol, kebebasan politik sebagai madal parpol, terjadi pembagian ligitimasi di tengah masyarakat, pelanggaran pemilu di lakukan oleh masa parpol, politik uang menjadi fenomena di tengah masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam, "Dasar-Dasar Ilmu Politik", (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hal.159